KEPAHIANG DS - Salah satu cagar budaya yang berpotensi
menjadi objek wisata sejarah di Kabupaten Kepahiang adalah Benteng Kuto Aur.
Sebuah benteng unik yang tidak seperti benteng pada umumnya. Alih-alih terbuat
dari beton berlapis, benteng ini malah terbentuk dari konstruksi alam, berupa
rumpun bambu aur yang tersusun rapat.
Batu Pemandian di Situs Benteng Kuto Aur |
Benteng Kuto Aur ini berada di Desa Tebat Monok, Kabupaten
Kepahiang, Bengkulu. Situs cagar budaya ini mengelilingi sebuah desa tua, yang
oleh penduduk setempat disebut dengan Sadei Lem (Dusun Dalam -red ).
Benteng ini terbentuk dari rumpun bambu aur berduri
yang tingginya mencapai 8-10 meter.
Nawawi (55) yang merupakan cucu ginde atau Kepala Dusun Dalam yang terakhir mengatakan bahwa rumpun bambu
tersebut berfungsi sebagai benteng pertahanan. "Saking rapatnya, sehingga menjadi sebuah
"benteng" pertahanan yang efektif dalam menghadapi serangan
musuh," jelas Nawawi.
Selain Bambu aur,
benteng ini juga dikelilingi oleh parit yang dalamnya sekitar 3 - 5 meter. Sebagaima
Bambu Aur, dilanjutkan Nawawi posisi parit juga mengelilingi Dusun Dalam, jadi
kecil kemungkinan bisa diterobos.
Untuk mencapai Benteng Kuto Aur, tidaklah terlalu sulit.
Dari pusat kota kepahiang, sekitar 10 menit perjalanan ke arah ujung Desa Tebat
Monok.
Sampai di ujung desa, terdapat TPU (tempat pemakam umum)
yang menjadi penanda.
Jalan setapak yang tepat berada di samping TPU tersebut
merupakan salah satu akses masuk ke situs cagar budaya ini.
"Dulu ada plang
merek di sini yang menandakan bahwa di sini terdapat situs cagar budaya,
sekarang sudah tidak ada," terang Yanto, salah seorang penduduk.
Kita akan mengikuti jalan setapak yang sempat dibangun oleh
PNPM. Sekitar 200 meter, jika jeli kita akan menemukan bekas rumpun bambu yang
telah ditebang, serta parit yang hampir tertimbun rata.
Selain beberapa rumpun bambu, tepat di tengah situs cagar
budaya ini kita juga akan menemukan sebuah batu besar yang bagian atasnya
datar.
Dari cerita turun
temurun, batu ini merupakan batu pemandian yang digunakan oleh Kepala dusun
untuk tempat berjemur setelah selesai mandi di sungai.
Konon batu yang beratnya
sekitar 6 ton ini diangkat oleh depati (orang sakti -red) dari jurang air
ketapang yang berada di bagian timur benteng ini. Situs peninggalan sejarah Benteng Kuto Aur saat ini terancam
rusak.
Selain karena kurangnya perhatian dari Pemerintah dan
instansi terkait untuk pemugaran situs ini, hampir seluruh areal situs juga
telah menjadi lahan milik warga yang diwariskan turun temurun. Sebagian besar
telah ditanami kopi dan tanaman prosuktif lainnya.
Bahkan, bambu aur yang menjadi ciri khas Benteng Kuto Aur
telah dibabat habis oleh warga dan pemilik lahan sampai tersisa beberapa rumpun
saja. "Bambu ini berduri, jadi agak berbahaya. Apalagi kalau sampai
terkena anggota tubuh, " terang seorang warga yang enggan disebut namanya.
Selain Bambu Aur yang nyaris tidak bersisa, Dusun Dalam juga
tidak lagi didiami oleh masyarakat Tebat Monok. Sesudah masa perjuangan, satu
persatu penduduk mulai pindah dari Dusun Dalam ke lokasi Desa Tebat Monok yang
sekarang. "Alasan utama nya adalah jarak Sadei Lem yang terlalu jauh dari
jalan raya, " pungkas Nawawi. (CW3)
0 comments:
Post a Comment