Ikan-ikan, Kesenian Rakyat yang terlupakan



ncik dan tuan coba dengarkan
asalnya ikan benang dan rotan
Jikalau benar coba dengarkan
Kalaupun bohong coba lihatkan.

Gafur, Pentolan grup ikan-ikan Kepahiang
KEPAHIANG DS- Demikianlah sepenggal syair pembuka kesenian ikan-ikan yang terlontar dari bibir Gafur pada sore hari itu di beranda rumahnya. 

Kesenian ikan-ikan memang identik dengan festival tabot, yang dirayakan setiap tahunnya oleh masyarakat Bengkulu pada bulan muharam. Namun tak banyak yang tahu bahwa kesenian ikan-ikan tersebut sempat berkembang menjadi kesenian rakyat di daerah Kepahiang. Pada rentang waktu 1950-an sampai 1980-an, ikan-ikan menjadi hiburan menarik bagi masyarakat Kepahiang waktu itu. 
 
Di kepahiang, sempat berkembang dua kelompok atau Grup kesenian ikan-ikan.  Grup kesenian tersebut memiliki ciri masing-masing namun, membawa konsep yang sama.


"Kelompok kami membawakan ikan mas, sedangakan Grup syafei menampilkan ikan putih," cerita Gafur, satu dari beberapa personil Grup kesenian ikan-ikan tersebut yang masih tersisa. 

Kesenian Ikan-ikan yang berkembang di daerah Kepahiang, pada dasarnya  tidak berbeda jauh dengan ikan-ikan pada festival tabot. Kesenian ikan-ikan Kepahiang ini juga menampilkan beberapa penari dan beberapa penyanyi yang berdendang dan berbalas pantun diiringi tabuhan ketipung, akordion, serta alat musik lainnya.
Serta tak lupa pula maskot ikan besar yang rangkanya terbuat dari bambu atau rotan, kemudian dilapis kertas minyak, sehingga berwujud seperti ikan. 

Lalu apa yang menjadikannya berbeda dengan ikan-ikan yang ditampilkan pada festival tabot ?
Pertama, waktu pementasan kesenian ikan-ikan kepahiang bukan dilaksanakan pada bulan Muharam, namun pada suasana lebaran.
Dua hari setelah hari raya idul fitri, kelompok ikan-ikan Gafur mulai berkeliling selama satu minggu penuh, dari rumah ke rumah untuk mementaskan ikan-ikan tersebut. 
"Mulai puasa, kami mulai latihan, sambil membuat ikan-ikan nya," terang Gafur. 

Tidak hanya di Kepahiang, Grup kesenian ini bahkan seringkali berkeliling sampai ke luar kota."Kadang sampai ke Curup. Tapi harus izin dari polisi kalau sampai keluar kota. Tarif izinnya lima ribu rupiah pada zaman itu" tambah Gafur.

Kedua, Kesenian Ikan-ikan di kepahiang mengalami akulturasi dengan budaya Tionghoa dengan dimunculkannya tokoh setan yang mengadopsi lakon dalam opera cina. 

" Bot-Bot, namo nyo, topeng yang dibentuk mirip muko setan," terang Gafur dengan bersemangat.

Seiring berkembangnya zaman, mulai tahun 70an kesenian tersebut sudah mulai jarang ditemui. Bahkan, hingga saat ini kesenian tersebut tak pernah ada ketika hari raya tiba.
Saat ini, tak banyak lagi yang diharapkan Gafur. Rutinitas sehari-harinya saat ini hanyalah membantu masjid lingkungan tempat tinggalnya, mengumpulkan infaq dan sedekah dengan membawa celengan keliling. Gafur hanya berharap suatu saat kesenian ikan-ikan Kepahaing dapat dipentaskan pada kegiatan kabupaten, misalnya pada saat perayaan hari ulang tahun Kabupaten Kepahiang.
Setelah menghisap rokok kretek di tangannya, Gafur kemudian menutup obrolan sore itu dengan sebait pantun ikan-ikan.

buah beluluk masak sebatang
masak sebiji jatuh ke luang
badanlah buruk jatuh terbuang
tidaklah masuk bilangan lagi

Sementara itu, Nuraini (50) yang merupakan warga Pasar Ujung mengatakan, bahwa Ikan-Ikan merupakan tradisi yang sebenarnya sangat dirindukan. semasa kecil, Nuraini sering mengikuti grup kesenian tersebut dengan berkeliling kota bersama Ikan-Ikan Gafur.

"Dulu zaman kami kecil kami, sekitar tahun 60-an, ikan-ikan itu merupakan tontonan yang seru. Ia berharap, tradisi kesenian tersebut dapat dipentaskan lagi," kisah Nuraini.  (cw3)

 

1 comment:

  1. Tujuan kesenian ikan ikan itu apa ya ? apakah bentuknya seperti seni drama dan tari ?
    rudy - pedagang

    ReplyDelete