Menelusuri jejak masa lalu..
Jauh..pada sebuah negeri dongeng, tempat dimana bulan menanak cahaya,
bintang-bintang belajar menggambar rasi dan matahari menghayati
kesendiriannya. Disana.. bersemayam kitab tua yang ditangisi leluhur
para pendongeng. Bersampul bulu-bulu sayap burung Phoenix ,kitab itu
kini berendam dalam rahasia birunya air mata.
Seperti terbawa
mantra..kujumput dan kubuka dengan gemetar halaman pertama,aha.. ia
berisi ramu-ramuan penyejuk hati, hidangan rahasia para penghuni
bianglala. Halaman kedua menyimpan lelagu para peri penyayi. Halaman
ketiga dewa-dewi bercengkerama memintal syahdunya cinta. Halaman
selanjutnya…duh! Tersamar dilumuri air mata beku berwarna pelangi! Dua
wajah berselubung duka begitu sulit dibaca! Siapa mereka?
“
Itulah wajah leluhurmu”, sesosok raut tua sesegar aroma Flowers of
Birth, menatap dengan mata kupu-kupunya yang jenaka. Ah! Dia pasti
leluhur para pendongeng! Wajahnya bagaikan sebuah cerita yang mengaliri
dunia!
“ Itu air mata pelangi yang terakhir, setelah itu air mata tak lagi berwarna..”katanya..
“Ceritakan padaku tentang dua wajah manusia dibaliknya..” pintaku..
“ uhh..sungguh sebuah kisah yang akan membuatmu merana, mengutuki masa lalu dan membenci hari ini”
“ perjalananku telah panjang, sudah kubendung air mata untuk semua kisah duka...”
“ Baiklah..jika kau telah penuh dengan segala kisah bahagia,bulan
menjadi altar pengaduan bagi sepi yg lahir setelahnya.. Ketahuilah, pada
zaman asal mula leluhurmu diciptakan dewa-dewa dengan satu tubuh dua
kepala. Satu kepala lelaki satunya kepala perempuan. Mereka hidup dengan
cinta yang luar biasa. Dayanya sanggup membuat duri berubah menjadi
bunga. Tangan-tangan kasihnya seajaib angin yang membentuk boneka-boneka
awan dilangit. Kaki-kakinya ibarat perkawinan Rusa dan Rajawali, begitu
tangguhnya. Keindahannya seperti seribu permata mengejar
kunang-kunang..Cinta mereka mengilhami lahirnya jutaan warna yang
dipersunting negeri bunga.”
“Oh…begitu indahnya mereka..” aku menyela..
“ Ya.. tanpa cela, aku bahkan menangisi kecemburuanku pada sejoli itu.
Tapi..sepasang klan Iblis bernama Logica berhasil menghasut keduanya!
Membisikkan mantra-mantra dunia yang penuh cahaya. Meniupkan
pertanyaan-pertanyaan tentang asal usul bahagia..menggosokkan
angka-angka ajaib tentang keakuan diri. Mencari kesalahan kebersamaan
mereka. Menabrakkan hasrat-hasrat keunggulan masing-masing, bahwa selalu
ada yang lebih baik diantara mereka. Satu kepala menatap kebarat,
kepala yang lain memalingkan wajahnya pada timur. Satu kepala terus
kedepan, kepala lain ingin menengok sejenak kebelakang. Satu kepala
menahan diri, kepala lain penuh ambisi…Jalanan yang indah menjadi sulit
dilalui bersama lagi.”
“ Tak adakah gerbang terbuka bagi perseteruannya?” selaku..
Wajah jenaka si tua murung seperti Gladiol tanpa cahaya. “ Yah,
akhirnya mereka menghadap Dewa, meminta untuk dipisahkan raganya. Dewa
mula-mula menolaknya, karena itu adalah keputusan seluruh negeri langit
untuk memberi warna terindah bagi Bumi. Leluhurmu memaksa, Dewa memberi
kesempatan waktu untuk berpikir sampai musim bunga Iris tiba. Musim itu
seperti melintas sangat cepat, seperti muson yang melanda, waktu itu
sampai juga.”
“Dewa..kami minta dipisahkan saat ini juga,” kata kepala lelaki.
“Keputusan ini utuh, mungkin kami akan jauh bisa lebih mencinta..”, kata kepala perempuan.
“Kalian belum mengerti yang rahasia” kata Dewa “ bahwa hati kalian ada
dalam satu tubuh, jika dipisahkan maka kalian akan terpisah hati
selamanya. Itu artinya, seluruh anak keturunanmu akan terpisah sejak
lahir dari pasangannya, apakah kalian akan sanggup menanggungnya?”
“Kami akan menanggungnya!!” jawab mereka bersama. Langit tiba-tiba
meraung, bumi melengkingkan dukanya dan laut melompati gunung-gunung
menandai gelisahnya! Sepasang Iblis tertawa melontarkan bunga-bunga api
ke udara.
Keputusan telah diambil! Dongeng duka pertama telah
dilahirkan diatas bumi. Maka, sejak itu lahirlah anak-anak dongeng
memenuhi kantung kembara para leluhur pendongeng. Dongeng-dongeng
pencarian dan kisah duka lara dicatat dengan sesenggukan peri-peri yang
membuat tinta dari jelaga kayu cemara.
Anak-anak cinta
dilahirkan dengan buta, tak mengerti arah untuk pergi menemukan
pasangannya. Ada yang tersampai menemukan kekasih sejatinya. Ada yang
bertemu setelah sejauh-jauhnya menempuh perjalanan. Sebagian terhenti
sia-sia. Ada yang tak pernah bertemu pasangan sejati seumur hidupnya.
Leluhur menangisi keputusannya! Dengan sisa air mata pelangi
menyelubingi wajah mereka dalam buku takdir untuk mengaburkan raut
sengsara yang mereka ciptakan dari kepala.
Sampai suatu masa… seorang anak manusia kembali menghadap Dewa
” Manusia lelaki itu menatap memintaku memasuki mata jiwanya. Ia bertanya bagaimana ia bisa menemukan pasanganya”
” Dengan apa kau mencarinya?” kata Dewa..
Manusia itu “ Aku sangat lelah.., telah kucari dengan mataku, dengan
telingaku! Dengan pikiranku, dengan seluruh kepandaian kepalaku…! Tapi
..tidak juga kutemu…”
“ Kau salah..! Sejak dulu kepala leluhurmu
memang sudah terpisah. Jadi kau takkan menemukannya dengan itu! Kau
harus mencarinya dengan hatimu! Karena itulah yang semula menjadi satu!”
Maka lelaki itu mencoba lagi untuk mencari kekasihnya dengan
hati..entah ia menemukannya atau terlalu angkuh untuk bisa mempercayai
hatinya..
Kisah-kisah menabur pesonanya tanpa ampun.. hingga sebagian tergoda mengutuk langit..
Pada masa yang lain.. iblis melangkah jumawa diatas kepala seorang
manusia, menuliskan kitab-kitab palsu untuk menyesatkan para pemilik
hati.
” Duhh..Dewa..betapa perihnya hatiku.., setelah kupilih
pasangan hidupku dalam pernikahan abadi, aku meragukannya lagi..Kini aku
mempercayai pasanganku sejati sedang menempuh hidup sendiri, dia adalah
orang lain yang sesungguhnya adalah bagian dari igaku yang patah saat
terpisah.. aku ingin mengambilnya lagi..menyatukan hati yang terpisah
untuk menjadi sejati…Bagaimana aku harus menyelesaikan ini..?”
Dewa menghela napas, kabut turun dari rongga mulutnya..matahari tersudut tak punya cahaya..
” Itu yang harus kalian tanggung sebagai manusia yg telah luruh tergoda
sepasang iblis Logica, ini bukan lagi tangan Dewa-Dewa yang bisa
menyentuhnya..,kalian harus menemukan jalannya!”
Langit menutup gerbang telinga, membiarkan gunung-gunung meletupkan suara menghalangi jeritan doa-doa..
Duhh…....
Dongeng-dongeng cinta beranak pinak seperti bunga-bunga menebar spora.
Sebiji tumbuh ditanah subur, sebiji diterbangkan angin diatas batu..,
sebiji terbakar api ditanah kering..sebiji tumbuh sendiri di padang
tandus..sebiji terpuruk merana tanpa kata-kata..
Kantung-kantung kembara para pendongeng bergerincing dipenuhi kisah-kisah pencarian…
Karya Sang Guru: Rossa Rosadi
0 comments:
Post a Comment